W E L C O M E

Selamat datang di blog kami, semoga memberikan manfaat...dan dimohon memberikan komentar yang mendidik dan santun, thank's...

Rabu, 28 Maret 2012

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGEMBANGKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI SEKTOR PARIWISATA DI KABUPATEN PACITAN


PERAN PEMERINTAH DALAM MENGEMBANGKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI SEKTOR PARIWISATA DI KABUPATEN PACITAN
Dosen Pengampu : Wijianto, S.Pd, M.Sc
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah sistem perekonomian negara
Disusun oleh :
Rido Marta Adinata Putra
K6410050

PENDIDIKAN  PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012





BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Indonesia secara geografis adalah sebuah negara tropis dengan potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa. Tak kurang dari 17.500 pulau yang terdapat di Indonesia dengan keanekaragaman keindahan alam dan potensi budaya lokal sesungguhnya menawarkan peluang kegiatan pariwisata yang sangat baik. Posisinya yang terletak diantara dua benua dan dua samudra menjadikanya sebagai jalur perjalanan internasional yang strategis untuk pemasaran pariwisata. Dan padahal pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar didunia sekaligus merupakan andalan utama untuk devisa di berbagai negara.
Untuk itu pemerintah harus memperhatikan pangsa pasar di era yang akan datang dengan berusaha mengembangkan potensi-potensi wisata di wilayah Indonesia untuk di jadikan sebagai sumber pendapatan bagi daerahnya, sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Menurut Sujali (1989), pembangunan di bidang pariwisata merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Sektor yang berkembang akan memberikan kesempatan berusaha serta akan menambah dan membuka lapangan kerja baru, misalnya dalam lingkup perekonomian, fasilitas transportasi, pemandu wisata, penjualan hasil kerajinan tangan, dan lain-lain. 
Dari segi ekonomi, pariwisata alam akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan didaerah terpencil. Dibanding dengan pariwisata tradisional, pariwisata alam membutuhkan investasi yang relatif lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarananya. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi yang teliti terhadap kegiatan pariwisata alam tersebut. 
Setiap propinsi di Indonesia banyak dijumpai obyek-obyek wisata yang belum dikenal oleh kalangan umum. Di Jawa Timur khususnya berbagai obyek wisata dari wisata alam, wisata ritual, wisata pantai dan lain-lain. Yang menjadikan propinsi Jawa Timur sebagai salah satu tujuan wisata para wisatawan. Sebagai kawasan propektif yang mempunyai aneka ragam sumber daya alam dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu daerah yang propektif adalah Kabupaten Pacitan. 
Kabupaten Pacitan merupakan gugusan dari pegunungan kidul yang notabenenya merupakan pegunungan kapur yang dinilai tandus, sehingga untuk meningkatkan ekonomi daerah kabupaten pacitan sangat mengandalkan pariwisata yang memang daerah ini berpotensi sekali untuk menjadi kota wisata. Goa Gong, Goa Tabuhan, Pemandian Air Hangat, Pantai Teleng Ria, Pantai Srau, dan masih banyak obyek wisata yang lain merupakan obyek pariwisata yang menjadi andalan Kabupaten Pacitan. Akan tetapi di Kabupaten Pacitan sendiri kurang adanya pengembangan tentang pariwisata,   sehingga perlu kerjasama yang baik diantara pihak pengelola dengan pemerintah maupun dengan Biro perjalanan yang nantinya dapat dipromosikan lebih lagi. Dan menjadikan obyek wisata yang lebih banyak dikunjungi serta menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Pacitan. 
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah antara lain : 
1. Bagaimana kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Pacitan dalam mengembangkan obyek wisata sehingga mampu membangun ekonomi daerah? 
2. Apa kendala dan permasalahan pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan terkait pengembangan pariwisata tersebut?
C.    Tujuan penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil suatu kesimpulan dari tujuan penulisan ini, adapun tujuan penulisan karya tulis ini antara lain :
1. Mengetahui kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Pacitan dalam mengembangkan obyek wisata sehingga mampu membangun ekonomi daerah.
2. Mampu mendefinisikan kendala dan permasalahan pemerintah daerah Kabupaten Pacitan dalam menjalankan kebijakan-kebijakan terkait pengembangan pariwisata tersebut.
D.    Manfaat penulisan 
      1.      Bagi penulis
      Manfaat bagi penulis sendiri adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah sistem perekonomian negara. Selain itu penulis juga dapat mengerti dan mengetahui kebijakan apa yang dapat digunakan untuk mengembangkan kepariwisataan sehingga mampu membangun ekonomi daerah, serta apa saja kendala-kendala yang ditemui dalam menjalankan kebijakan tersebut. 
      2.      Bagi pembaca 
      Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca tentang kepariwisataan di Kabupaten Pacitan dimana keberadaannya merupakan sesuatu yang penting dalam membangun ekonomi daerah.

BAB II
PERMASALAHAN


Banyak daerah di Indonesia saat ini yang mampu berkembang perekonomiannya melalui sektor pariwisata. Sangat perlu rasanya memperhatikan daerah-daerah yang berpotensi untuk menjadi daerah wisata. Peran pemerintah sangatlah penting dalam hal ini, dengan berkembangnya pariwisata secara otomatis akan menarik tenaga-tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Selain itu pemrintah harus jeli dalam melihat potensi-potensi yang ada pada suatu daerah.
Menurut Kodhyat (1996) sebagai suatu fenomena yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia, maka perkembangan pariwisata disuatu daerah tujuan wisata ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain adalah:
a.       daya tarik wisata
b.      aksesibilitas atau kemudahan perjalanan ke daerah tujuan wisata yang bersangkutan, dan
c.       sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Dari uraian dan pendapat Kodhyat tersebut maka saya mengangkat suatu permasalahan yaitu kebijakan-kebijakan pemerintah yang seperti apa terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan melalui sektor pariwisata di Kabupaten Pacitan dan kendalanya dalam menjalankan kebijakan tersebut.



BAB  III
PEMBAHASAN


A.    Deskripsi lokasi
Kabupaten Pacitan terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya dengan letak geografis terletak antara 1100 55’-1110 25’ Bujur timur dan 70 55’-80 17’ Lintang selatan. Batas-batas wilayah kabupaten Pacitan adalah:
·      Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo
·      Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)
·      Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
·      Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek 
Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan merupakan daerah bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan luas wilayah 1.389,87 km atau 138.987,16 Ha. Luas tersebut sebagian besar berupa perbukitan yaitu kurang lebih 85%, gunung-gunung kecil lebih kurang 300 buah menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu yang membujur sepanjang Selatan Pulau Jawa, sedang selebihnya merupakan dataran rendah. Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.    Ketinggian 0 ± 25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.
2.    Ketinggian 25 ± 100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.
3.    Ketinggian 100 ± 500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.
4.    Ketinggian 500 ± 1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.
5.    Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah
 3
Sebagian besar tanahnya terdiri atas :
1.    Sawah, seluas 130,15 km2.
2.    Sawah Sederhana, seluas 31,43 km2.
3.    Sawah tadah hujan, seluas 65,73 km2.
4.    Tegalan, seluas 973,76 km2.
5.    Pemukiman, seluas 264, 17 km2.
6.    Perkebunan, seluas 2,50 km2.
7.    Hutan, seluas 11,49 km2.
8.    Lain - lain seluas 41,48 km2.

B.     Peran pemerintah serta kendala yang dijumpai
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Pacitan harus difokuskan pada pengembangan pariwisata berbasis bahari dengan dukungan fasilitas dan aksesibilitas. Fokus pembangunan kepariwisataan ini akan mampu memposisikan obyek wisata yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah sebagai destinasi utama pariwisata Kabupaten pacitan yang berbeda dengan daerah lainnya seperti bali dengan alamnya (pantai). Fokus pembangunan kepariwisataan ini perlu dibicarakan dan menjadi komitmen seluruh stakeholders dalam pembangunan kepariwisataan di daerah.
Kabupaten pacitan merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Dengan panorama alam berupa pantai, goa dan kerajinan akik dapat dijadikan aset yang berharga. Bila dilihat dilapangan pengembangan potensi tersebut kurang maksimal, misalnya fasilitas dan akses sibilitas sangat kurang mendukung sebagai kawasan wisata. Arahan dan strategi pengembangannya adalah dengan pengembangan wisata temetis yang terpadu dan saling melengkapi antara kawasan yang potensial dan kurang potensial dikembangkan. Strategi pengembangan dapat dijabarkan dalam bentuk perumusan rencana pengembangan meliputi :
1.     Pengembangan struktur WPP ( wilayah pengembangan pariwisata ) Kabupaten Pacitan, Pacitan merupakan kota yang cukup luas dan rasanya banyak tempat-tempat yang layak dijadikan tempat pariwisata, disinilah peran pemerintah mengelola tempat-tempat tersebut agar menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan-wisatawan.
2.   Pembuatan jalur wisata yang dapat mempermudah wisatawan untuk menuju obyek wisata, kebanyakan untuk mencapai obyek-obyek wisata di Kabupaten Pacitan menempuh jalan yang relatif berbahaya untuk rombongan, dengan perhatian dari pemerintah daerah fasilitas dan akses seperti jalan dan angkutan umum pun di perbaiki, misal untuk ke goa gong sekarang sudah tersedia angkutan umum menuju obyek tersebut. Itupun hanya terbatas wisnu sekitar Kabupaten Pacitan seperti jogja dan jateng, untuk wisman rasanya sulit mencapainya karena hanya jalur darat yang berfungsi.
3.     Identifikasi serta penetapan lokasi bagi pusat-pusat pelayanan pada tingkat WPP, wisman maupun wisnus tentunya perlu pelayanan yang memberikan informasi terkait dengan obyek-obyek wisata tersebut.
4.  Identifikasi serta penetapan lokasi pembangunan fasilitas penunjang wisata dan infrastruktur, fasilitas seperti kamar kecil, tempat istirahat dan lain sebagainya perlu dibangun guna kenyaman pengunjung, infrastruktur dari obyek tersebut juga diperhatikan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan yang kiranya perlu dilakukan.
5.    Memanfaatkan sumber daya manusia disekitar obyek wisata, dengan memanfaatkan masyarakat sekitar misal untuk menjadi guide, penjual pernak pernik bisa secara otomatis mengangkat ekonomi di daerah tersebut, seperti halnya di goa gong kecamatan punung kabupaten pacitan, setiap jalan di area obyek wisata ada beberapa guide yang menawarkan jasa mereka.
6.     Pemasaran, promosi pariwisata melalui saluran internet, merupakan sarana yang tepat, murah dan workable terutama bagi wisatawan mancanegara. Media komunikasi lainpun kiranya perlu dimanfaatkan secara seksama dan terpadu, baik surat kabar, brosur, radio.

Perlu adanya pengembangan yang lebih optimal pada wisata yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah guna membantu pembangunan ekonomi daerah. Misalnya obyek wisata yang jauh dari kota Pacitan memiliki akses dan fasilitas yang kurang memadai. Untuk melakukan pembangunan pada obyek wisata tersebut diperlukan kerja sama antara masyarakat, pemerintah dan pihak pengelola. Selain itu juga diperlukan strategi pengembangan dengan mengidentifikasi permasalahan maupun potensi dasar yang mendukung sehingga tujuan dari pengembangan obyek wisata dapat tercapai dengan baik.
Selain itu pemerintah Kabupaten Pacitan juga menggunakan strategi pengembangan fisik dalam mensejahterakan masyarakatnya dengan menambah daya tarik dari kota Pacitan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menciptakan identitas daerah kota, memperbaiki pesona. Seperti misalnya dengan pembangunan disekitar goa gong yang menjadi ciri khas pariwisata Kabupaten Pacitan dengan mempercantik sarana dan prasaran disekitarnya.
Dari sekian kebijakan pemerintah soal pengembangan kepariwisataan guna membangun ekonomi daerah tentunya mengalami suatu kendala, kendala-kendala tersebut bisa berasal dari masyarakat, pengelola maupun pemerintah itu sendiri, adapun kendala-kendala tersebut antara lain :
a.     Kesulitan Transportasi. Masalah transportasi pariwisata / jalan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh dunia pariwisata di Indonesia, terutama tranportasi dari dan ke lokasi yang terpencil. Walaupun pemerintah daerah sudah merencanakan perbaikan akses namun masih ada hambatan-hambatan seperti kualitas jalan yang tidak baik. Sedangkan untuk tranportasi lokal tidak begitu masalah karena dapat diatasi oleh industri tranportasi yang dikelola oleh masyarakat sendiri. Padahal apabila ada akses yang memadai, tak bisa dipungkiri akan banyak wisatawan ang berkunjung ke obyek wisata yang terletak di Kabupaten dengan luas 1389,87km2.  Potensi wisata di Kabupaten Pacitan seluruhnya belum maksimal karena terkendala akses. Demikian pula masalah akomodasi penginapan di lokasi objek wisata.
b.  Akomodasi penginapan, terutama di tempat atau lokasi objek wisata, terasa masih langka. Kalaupun ada, masih belum terpelihara dengan baik. Sebetulnya, rumah-rumah penduduk setempatpun bisa saja dijadikan tempat nginap wisatawan, seperti halnya yang terjadi di Bali maupun di Pangandaran Jawa Barat.
c.   Sumberdaya Manusia yang kurang dimaksimalkan. Pada umumnya objek wisata di Indonesia disiapkan oleh pemilik pariwisata untuk ditonton oleh pelancong atau dengan kata lain umumnya adalah sebagai pariwisata budaya yang berpusat pada masyarakat. Dalam pengertian seperti ini maka objek wisata adalah barang yang diolah oleh manusia untuk ditontonkan kepada orang lain.
d.    Keamanan (security). Peristiwa mengenaskan bom di Bali dan hotel Mariot, masih merupakan momok bagi wisatawan asing. Demikian pula masalah keselamatan wisatawan dilokasi Wisata, baik karena kemungkinan terjadinya bencana alam, gelombang tsunami, keadaan fisik lapangan, keamanan di perjalanan dan sebagainya. Ini semua memerlukan pemikiran dan penanganan yang cukup serius.
e.     Pemasaran, dalam pemasaran hanya sebatas melalui internet, radio dan informasi dari orang ke orang, sehingga sangat terbatas dalam penyampaiannya.

BAB IV
PENUTUP 


A.    Kesimpulan
Pengembangan industri pariwisata mempunyai pengaruh yang cukup kuat bagi perkembangan wilayah di daerah sekitar obyek wisata, sehinggga dapat bertindak sebagai leading industries, yaitu sektor unggulan yang mampu meningkatkan perekonomian daerah. Konsep leading industries mendasarkan pemikiran bahwa pada pusat-pusat pertumbuhan terdapat suatu kegiatan dan kegiatan tersebut merupakan daya tarik yang berupa obyek wisata yang menarik dan padat pengunjung yang terletak pada lokasi yang strategis.
Kabupaten Pacitan merupakan daerah yang berpotensi menjadi kota wisata melihat dari kondisi geografisnya yang terdiri dari pegunungan-pegunungan dan pesisir pantai serta bebatuan yang berpotensi membentuk goa.
Dari sekian banyak pariwisata tersebut pemerintah memiliki kebijakan yang sedikit membantu pengembangan pariwisata di Kabupaten Pacitan, mengapa saya mengatakan sedikit karena pada kenyataannya pemerintah belum secara optimal memanfaatkan potensi yang ada yang sekiranya mampu mendongkrak perekonomian rakyat. Beberapa kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata antara lain:
1.      Pengembangan struktur WPP ( wilayah pengembangan pariwisata )
2.    Pembuatan jalur wisata yang dapat mempermudah wisatawan untuk menuju obyek wisata
3.      Identifikasi serta penetapan lokasi bagi pusat-pusat pelayanan pada tingkat WPP
4.      Identifikasi serta penetapan lokasi pembangunan fasilitas penunjang wisata dan infrastruktur
5.      Memanfaatkan sumber daya manusia disekitar obyek wisata
6.      Pemasaran
Kendala-kendala yang dijumpai :
1.      Kesulitan Transportasi/akses
2.      Akomodasi penginapan
3.      Sumber daya manusia yang kurang dimaksimalkan
4.      Keamanan
5.      Dalam pemasaran 
B.     Saran 
      Dengan telah diketahuinya peranan pemerintah dalam kepariwisataan, maka diharapkan segenap pelaku-pelaku pariwisata, khususnya di Kabupaten Pacitan agar menaati dan memperhatikan kebijakan-kebijan pemerintah dalam hubungannya dengan pariwisata sebagai salah satu industri di Indonesia. Peran pemerintah daerah memang sudah dilakukan namun belum berjalan maksimal.






DAFTAR PUSTAKA

Wijianto, S.Pd.2011. Bahan Kuliah Perekonomian Negara.Surakarta
Rini et al. 2001. Profil Daerah Kabupaten Pacitan dan Kota Jilid 1: Kabupaten Pacitan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta


Selasa, 20 Maret 2012

HUKUM ADAT PRA KOLONIAL-ERA VOC


Peraturan adat istiadat kita ini, pada hakekatnya sudah terdapat pada zaman kuno, zaman Pra-Hindu. Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia.
Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut yang sejak lama menguasai tata kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu hukum adat. Sehingga Hukum Adat yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen.


2. Bukti Adanya Hukum Adat Indonesia Sebelum Bangsa Asing datang
Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa Asing masuk ke Indonesia sudah ada hukum adat, adalah sebagai berikut :
1.      Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
2.      Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang disebut Kitab Gajah Mada.
3.      Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama.
4.      Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava.

Disamping kitab-kitab hukum kuno tersebut yang mengatur kehidupan di lingkungan istana, ada juga kitab-kitab yang mengatur kehidupan masyarakat sebagai berikut :
1.    Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran di Habatohan (kehidupan social di tanah Batak), PatikDohot Uhumni Halak  Batak (Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan Batak)
2.    Di Jambi
Undang-Undang Jambi
3.    Di Palembang
Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang tanah di dataran tinggi daerah Palembang).
4.    Di Minangkabau
Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang tentang hukum adat delik di Minangkabau)
5.    Di Sulawesi Selatan
Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan pengangkatan laut bagi orang-orang wajo)
6.    Di Bali
Awig-awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa (peraturan desa) yang ditulis didalam daun lontar.
Sebelum datang VOC belum ada penelitian tentang hukum adat, dan semasa VOC karena ada kepentingan atas Negara jajahannya (menggunakan politik opportunity), maka Heren 17 (pejabat di Negeri Belanda yang mengurus Negara-negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah kepada Jenderal yang memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan hukum Belanda di Negara jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret 1621 yang baru dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De Carventer yang sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa di Indonesia masih ada hukum adat yang hidup. Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu disesuaikan sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu :
1.      Tahun 1750, untuk keperluan Lanrad (pengadilan) di Serang dengan kitab hukum “MOGHARRAR” yang mengatur khusus pidana adat (menurut Van Vollenhoven kitab tersebut berasal dari hukum adat).
2.      Tahun 1759, Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu “COMPEDIUM” (pegangan/ikhtisar) yang terkenal dengan Compedium Van Clost Wijck mengenai Undang-Undang Bumi Putera di lingkungan kerator Bone dan Goa.
3.      COMPENDIUM FREIZER tentang Peraturan Hukum Islam mengenai nikah, talak, dan warisan.
4.      HASSELAER, beliau berhasil mengumpulkan buku-buku hukum untuk para hakim di Cirebon yang terkenal dengan PAPAKEM CIREBON. Pencatatan hukum adat oleh orang luar negeri diantaranya :
a.       Robert Padtbrugge (1679), ia seorang gubernur Ternate yang mengeluarkan peraturan tentang adat istiadat Minahasa.
b.      Francois Valetijn (1666-1727) yang menerbitkan suatu ensiklopedia tentang kesulitan-kesulitan hukum bagi masyarakat. Periodesasi hukum adat pada masa penjajahan Belanda terbagi dalam :
·         Jaman Daendels (1808-1811) Beranggapan bahwa memang ada hukum yang hidup dalam masyarakat adat tetapi derajatnya lebih rendah dari hukum eropa, jadi tidak akan mempengaruhi apa-apa sehingga hukum eropa tidak akan mengalami perubahan karenanya.
·         Jaman Raffles (1811-1816) Pada zaman ini Gubernur Jenderal dari Inggris membentuk komisi MACKENZIE atau suatu panitia yang tugasnya mengkaji/meneliti peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, untuk mengadakan perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintahan yang dipimpinnya. Setelah terkumpul hasil penelitian komisi ini yaitu pada tanggal 11 Pebruari 1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more effectual Administration of justice in the provincial court of Java yang isinya :
Ø  Residen menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim
Ø  Susunan pengadilan terdiri dari :
1)      Residen’s court
2)      Bupati’s court
3)      Division court
Ø Ada juga Circuit of court atau pengadilan keliling
Ø Yang berlaku adalah native law dan unchain costum untuk Bupati’s court dan untuk Residen (orang Inggris) memakai hukum Inggris.
·         Jaman Komisi Jenderal (1816-1819) Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam perkembangan hukum adat dan tidak merusak tatanan yang sudah ada.
·         Jaman Van der Capellen (1824) Pada zaman ini tidak ada perhatian hukum adat bahkan merusak tatanan yang sudah ada.
·         Jaman Du Bush Pada zaman ini sudah ada sedikit perhatian pada hukum adat, yang utama dalam hukum adat ialah hukum Indonesia asli.
·         Jaman Van den Bosch Pada zaman ini dikatakan bahwa hukum waris itu dilakukan menurut hukum Islam serta hak atas tanah adalah campuran antara peraturan Bramein dan Islam.
·         Jaman Chr. Baud. Pada zaman ini sudah banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang melindungi hak-hak ulayat.